Kebangkitan Identitas Luwu Timur: Mattompang Pusaka Jadi Simbol Perjalanan Sejarah

Foto: Diskominfo-sp Lutim

Luwu Timur, celebesaktual.id — Di tengah kemegahan perayaan Hari Jadi ke-22 Kabupaten Luwu Timur, sebuah prosesi budaya yang sarat makna kembali menguatkan akar identitas: Mattompang Pusaka. Bertempat di basement Andi Nyiwi Park, Kecamatan Malili (16/5/2025). Prosesi ini bukan sekadar ritual pembersihan benda pusaka, melainkan bentuk nyata dari kebangkitan ingatan kolektif masyarakat Luwu terhadap warisan peradaban mereka.

Bupati Luwu Timur, Ir. H. Irwan Bachri Syam, ST., IPM., hadir langsung dan turut dalam ritual tersebut. Ia tak hanya datang sebagai kepala daerah, tetapi sebagai salah satu pewaris nilai-nilai luhur yang melekat dalam pusaka yang ditompang malam itu—sebuah keris To MarajaE, simbol penghormatan terhadap sejarah dan leluhur.

Prosesi Mattompang Pusaka, yang diinisiasi oleh komunitas budaya Pompessi Luwu, merupakan tradisi pembersihan benda-benda pusaka, khususnya senjata tradisional seperti keris dan parang. Namun lebih dari sekadar membersihkan besi dan bilah, tradisi ini membersihkan jarak yang mulai memisahkan generasi muda dari akar sejarah mereka.

“Tanah ini bukan hanya tempat berdirinya kabupaten muda, tapi juga tempat tumbuhnya salah satu peradaban tertua di jazirah Sulawesi,” ujar salah satu tokoh Pompessi dalam pidato pembukaan.

Dalam suasana yang khidmat, dua pusaka utama dibersihkan malam itu: keris milik Bupati Irwan dan keris Almarhum Opu Mincara Malili, Andi Rum Nyiwi Opu To Pamadeng. Keduanya termasuk dalam golongan Sapukala, pusaka agung yang dipercaya dibuat dari logam pilihan khas Luwu Timur—daerah yang dikenal sebagai sumber ferronickel unggulan di Nusantara.

Bupati Irwan menilai, momentum ini bisa menjadi pemicu tumbuhnya kesadaran sejarah masyarakat, sekaligus pemersatu antar-generasi.

“Pelestarian budaya bukan hanya soal romantisme masa lalu, tapi tentang menyambung masa depan dengan fondasi kuat,” tegasnya.

Ia bahkan menyuarakan inisiatif pembangunan museum sejarah dan budaya Luwu Timur—gagasan yang disambut hangat oleh para pemerhati budaya. Sebagai langkah awal, ia mengusulkan pemanfaatan perpustakaan daerah untuk menyimpan pusaka-pusaka bersejarah secara sementara.

Di sisi lain, Ketua Koordinator Pameran, Musran Mustaring, menyoroti pentingnya perlindungan benda-benda pusaka dari incaran kolektor gelap. Ia menegaskan bahwa artefak Lutim, mulai dari logam tua Matano hingga senjata laut tradisional, merupakan kekayaan intelektual yang harus dilindungi.

“Jika kita tidak peduli, maka sejarah kita akan berpindah tangan. Bukan hanya secara fisik, tapi juga secara naratif,” tuturnya.

Pameran ini merupakan penyelenggaraan ke-11 sejak tradisi Tompang dihidupkan kembali oleh Pompessi. Ratusan pengunjung hadir menyaksikan koleksi pusaka: keris, tombak, parang, serta perlengkapan ritual adat lainnya. Namun di balik benda-benda itu, tersimpan pesan besar—tentang jejak, identitas, dan kontinuitas budaya.

Sebagai bentuk pengakuan, Bupati Irwan dianugerahi sebuah keris pusaka bernama “Sangka Batara”, simbol kehormatan yang diberikan langsung atas restu Datu Luwu.

Rangkaian acara ini menandai lebih dari sekadar perayaan ulang tahun daerah. Ia menjadi panggung, tempat budaya Luwu tidak hanya dipertontonkan—tetapi dihidupkan kembali, diteruskan, dan diwariskan. ***